PONTIANAK — Seorang tokoh spiritual yang dikenal sebagai Mursyid Tarekat Al-Mu’min, M.E.S., dilaporkan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Barat oleh mantan pengikutnya, Dr. Sumin, M.Si., seorang dosen di IAIN Pontianak yang telah bergabung di Al-Mu’min sejak tahun 2001. Laporan ini menyangkut dugaan penyimpangan aqidah dan penodaan agama Islam yang dilakukan oleh M.E.S.
Dalam laporan resminya, pelapor menyampaikan bahwa M.E.S. mengklaim dirinya sebagai “Al-Mahdi yang ditunggu-tunggu” serta mengaku menerima wahyu (kalam) dari Allah SWT yang diklaim memiliki kedudukan setara dengan Al-Qur’an Al-Karim. Klaim tersebut dianggap berbahaya dan berpotensi menyesatkan umat.
“Saya melaporkan ini demi menjaga kemurnian aqidah umat Islam dan mencegah berkembangnya ajaran-ajaran yang berpotensi memecah-belah umat,” ujar Dr. Sumin saat dikonfirmasi melalui pesan singkat.
Tarekat Al-Mu’min diketahui bermarkas di Jl. Parit H. Mukhsin 2, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Tarekat ini berada di bawah naungan Yayasan Nur Al-Mu’min Indonesia, sebuah organisasi yang telah memiliki izin resmi sebagai ormas dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Tarekat Al-Mu’min berdiri sejak tahun 1997, yang awalnya berwujud sebagai perguruan jaga diri (bela diri). Seiring waktu, aktivitasnya berubah menjadi sebuah gerakan tarekat. Pada masa awal, yayasan yang menaunginya bernama Yayasan Al-Mu’min, yang kemudian berganti nama menjadi Yayasan Nur Al-Mu’min Indonesia. Pusat aktivitas tarekat ini saat ini berada di Kabupaten Kubu Raya, meskipun awalnya didirikan di Kota Singkawang. Cabangnya tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Barat, kecuali Landak, Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu, serta di sejumlah wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera.
Laporan yang diajukan oleh Dr. Sumin disertai dengan delapan lampiran bukti, termasuk tangkapan layar percakapan WhatsApp, dokumen-dokumen internal tarekat, serta salinan ajaran yang diklaim sebagai wahyu.
Selain ditujukan kepada MUI Provinsi Kalimantan Barat, laporan ini juga ditembuskan ke MUI Pusat, Kementerian Agama, FKUB, BAKOR PAKEM, serta MUI di sejumlah kabupaten/kota dan provinsi lain seperti Jakarta, Yogyakarta, Lampung, dan Sidoarjo.
Dr. Sumin berharap kepada masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, dan bersabar menunggu hasil kajian resmi dari MUI Provinsi Kalimantan Barat. Ia juga mengajak seluruh umat Islam untuk menyerahkan persoalan ini kepada pihak yang berwenang dan tidak mengambil tindakan sendiri.
Lebih lanjut, Dr. Sumin juga mengimbau kepada seluruh umat Islam dan ormas keagamaan Islam di Kalimantan Barat untuk turut serta mengawal proses kajian yang sedang dilakukan oleh MUI. Menurutnya, penting bagi masyarakat mendapatkan kejelasan terkait ajaran-ajaran yang dibawa oleh M.E.S. yang mengatasnamakan tarekat. Ia menekankan bahwa di Indonesia terdapat 45 tarekat mu’tabarah yang diakui secara resmi oleh organisasi JATMAN dan JATMI, dan Tarekat Al-Mu’min tidak termasuk dalam daftar tersebut.
“Kita perlu tegaskan bahwa ini adalah tindakan oknum, bukan representasi dari seluruh tarekat atau para pengamal tarekat yang sah dan mu’tabar,” tambah Dr. Sumin.
Sejauh ini, MUI Provinsi Kalimantan Barat telah mengeluarkan siaran pers (press release) yang menanggapi laporan tersebut. Dalam rilis tersebut, MUI menghimbau kepada masyarakat agar tidak bertindak anarkis maupun main hakim sendiri, serta menegaskan komitmennya untuk melakukan kajian mendalam terhadap laporan yang telah diterima.
Hingga berita ini diturunkan, proses klarifikasi dan kajian oleh MUI Kalbar masih berlangsung.
