PONTIANAK – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Barat menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap dampak pertambangan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat. Organisasi ini meminta Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, mengambil langkah tegas dengan mencabut izin operasi perusahaan tambang yang dianggap merusak lingkungan.
Ketua GMNI Kalbar, Cesar Marchello, menegaskan bahwa kekayaan alam Raja Ampat tidak boleh dikorbankan demi kepentingan investasi yang mengancam kelestarian ekosistem.
“Kami menuntut kebijakan yang berpihak pada lingkungan. Jangan biarkan wilayah seindah Raja Ampat rusak karena aktivitas tambang yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya dalam pernyataan pers.
Menurut GMNI, aktivitas pertambangan di kawasan tersebut telah menimbulkan dampak serius, mulai dari degradasi hutan hingga rusaknya ekosistem laut. Mereka juga menyoroti perlunya keterbukaan informasi publik terkait peran pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan atas izin pertambangan di wilayah konservasi tersebut.
Baca Juga : GMNI Kalbar Soroti Revisi Sejarah Nasional, Desak Pemerintah Tulis Sejarah Berdasarkan Fakta
“Transparansi sangat penting. Masyarakat berhak tahu siapa yang bertanggung jawab atas dampak lingkungan ini,” tambah Cesar.
GMNI Kalbar menyerukan agar pemerintah tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, melainkan juga mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat lokal. Mereka mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam Indonesia, khususnya Raja Ampat, yang merupakan salah satu kawasan biodiversitas laut terkaya di dunia.
“Pemerintah harus hadir sebagai pelindung, bukan sekadar fasilitator investasi. Ini bukan hanya soal lingkungan hari ini, tetapi juga soal warisan untuk generasi mendatang,” tutupnya