GOSIPPONTIANAK – Seorang oknum pengacara, Arianto Hulu, dari kantor Galung Galung & Associates Jakarta, kembali menjadi sorotan setelah diduga membuat laporan polisi palsu di Polres Metro Jakarta Utara terhadap Chris Liu, pada tahun 2024.

Laporan tersebut muncul setelah adanya putusan inkrah pengadilan yang menghukum Andy Leonardi pihak yang didampingi Galung Galung & Associates untuk membayar sisa kewajiban finansialnya kepada Chris Liu sebagai pelapor.

Chris Liu menilai laporan tersebut sebagai upaya menghindari pelaksanaan putusan inkrah. Laporan itu dianggap tidak berdasar dan disebut sebagai bentuk upaya kriminalisasi terhadap dirinya.

Chris Liu saat dikonfirmasi, Sabtu (22/11/2025) mengatakan laporan polisi yang dibuat di Polres Metro Jakarta Utara juga dipertanyakan karena lokus dan tempus delicti yang dicantumkan dinilai tidak sesuai dengan wilayah hukum sebenarnya.

Chris Liu memandang laporan tersebut “dipaksakan” dibuat di Jakarta Utara, padahal pada waktu yang dituduhkan dalam laporan tersebut pelapor tidak berada di Jakarta, sehingga unsur kewenangan (kompetensi wilayah) penyidik sebagaimana diatur dalam KUHAP tidak terpenuhi.

“Kondisi ini membuat laporan tersebut dinilai tidak logis baik secara tempat maupun waktu,” ujarnya.

 

Chris Liu mengungkapkan bahwa undangan klarifikasi atas laporan itu diterbitkan pada Agustus 2024 oleh Polres Metro Jakarta Utara. 

Undangan tersebut diduga diterbitkan di luar wewenang, karena AKP Lukman menandatangani surat selaku penyelidik, bukan penyidik maupun atasan penyidik, namun tetap mengeluarkan surat undangan klarifikasi resmi atas laporan polisi yang diajukan oleh Arianto Hulu.

Chris Liu menambahkan Nama Edward Hutagalung, rekan satu kantor Arianto Hulu, sebelumnya muncul dalam laporan polisi terpisah mengenai dugaan pemalsuan surat yang diduga melibatkan delapan oknum pengacara, termasuk Arianto Hulu. Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dan akan dalam pengawasan Mabes Polri.

“Pola pada kedua perkara ini serupa terdapat pembuatan dan penggunaan surat maupun laporan polisi yang tidak sesuai fakta, yang diduga sengaja dilakukan untuk menekan pelapor serta mempersulit pelapor dalam memperoleh haknya, yakni pelaksanaan kewajiban pembayaran yang telah ditetapkan melalui putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” ungkapnya. (***)