Lahan Sengketa, Ahli Waris Demo di Tanah Mal Living Plaza, Bawa Spanduk : Tangkap dan Adili Dahlan Iskan

KUBU RAYA – Tanah seluas 16.106 meter persegi yang diklaim milik Dahlan Iskan ternyata masih dalam keadaan sengketa alias status quo. Fakta tersebut terungkap setelah puluhan ahli waris tanah yang terletak di Jalan Arteri Supadio, Kubu Raya melakukan aksi demo pada Rabu 27 Agustus 2025.

Diketahui, lahan yang masih bersengketa tersebut rencananya akan dibangun mal Living Plaza. Dalam aksinya, ahli waris membawa spanduk yang salah satunya bertuliskan ‘Tangkap dan adili Dahlan Iskan, menjual lahan yang masih bersengketa’.

Selain itu, ada juga spanduk yang bertuliskan ‘Pemberitahuan dilarang masuk, tanah ini milik ahli waris’ dan ‘Pak Prabowo perhatikan nasib kami para waris yang dizolimi’.

Salah satu ahli waris Agus Husein mengatakan, tanah yang rencananya akan dibangun mal Living Plaza adalah lahan milik neneknya yang dijual oleh orang yang tidak bertanggung jawab kepada Dahlan Iskan. Seharusnya, jika Dahlan Iskan pembeli yang baik tanah mestinya dikembalikan kepada ahli waris.

“Jadi kami tidak terima, tanah kami lalu dikelola tanpa penyelesaian sama sekali. Kepemilikan tanah ini diawali adanya sebidang tanah dengan SURAT AKED Nomor Kebon 358 tahun 1939 seluas 16.108 meter persegi terletak di Jl. A. Yani II Kubu Raya, yang merupakan harta peninggalan milik Hj. Saleha yang di peroleh dari H.M. Tahir,” ujar dia, Rabu 27 Agustus 2025.

Kemudian tanah tersebut berpindah tangan hak kepemilikan kepada suaminya setelah terlebih dahulu Hj. Saleha meninggal pada tahun 1978 tanpa dikaruniai seorang anak, selain meninggalkan seorang suami bernama H. Ali Bin Lakana, serta seorang saudara sepupu laki-laki yang merupakan anak dari saudara kandung H.M. Tahir (ayah Hj. Saleha) bernama Abdullah Bin Daeng Tamanengah Bin Abd. Rahman.

Ia mengatakan, karena antara Hj. Saleha dan H. Ali Bin Lakana dalam pernikahannya tidak dikaruniai seorang anak, akhirnya Mahkamah Agung dengan Nomor REG. No.86 K/AG/1989, tanggal 15 Februari 1989 menetapkan harta peninggalan almarhum Hj. Saleha Binti H.M. Tahir Bin Abd. Rahman setelah diambil untuk membayar hutangnya, maka sisanya dibagi untuk H. Ali Bin Lakana sebagai suami mendapat 1/2 bagian serta Abdullah Bin Daeng Tamanengah Bin Abd. Rahman sebagai anak laki-laki dari saudara laki-laki almarhum mendapat 1/2 bagian.

Pada tahun 1990 Abdullah Bin Daeng Tamanengah Bin Abd. Rahman meninggal dunia, maka berdasarkan Pengadilan Agama Pontianak Nomor 343/APW.PDT.P/1991PA.PTK, tanggal 18 November 1991 ditetapkanlah sebagai pewaris dari Abdullah Bin Daeng Tamanengah Bin Abd. Rahman adalah Zubaedah, Abdul Latif, Fatimah dan Abdul Mutalib.

Namun dalam perjalanannya, H. Ali Bin Lakana tanpa sepengetahuan dari ahli waris almarhum Abdullah Bin Daeng Tamanengah Bin Abd. Rahman telah mengubah kepemilikan SURAT AKED menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor : 5938/Desa Sei. Raya atas nama H. Ali Lakana.

Akan tetapi Kantor BPN Kalbar menerbitkan Surat Keputusan Nomor : 01 Tahun 2002 tanggal 29 Januari 2002 tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik Nomor : 5938/Desa Sungai Raya atas nama H. Ali Lakana seluas 16.108 meter persegi.

Dahlan Iskan Membeli Tanah Sengketa

Pada tahun 1992 Dahlan Iskan memerlukan lahan untuk mendirikan Jawa Post di Kalbar. Gayung bersambut, lahan 16.108 meter persegi cocok sebagai lokasi yg diinginkan. Maka pada tanggal 28 Mei 1993 terjadilah transaksi jual beli antara Dahlan Iskan dengan H. Ali Lakana, berdasarkan Akte Jual Beli Nomor : AJB 536/SR/PPAT-Kec. Sei. Raya/1993, tanggal 28 Mei 1993.

Dalam proses AJB ini, H. Ali Lakana mengkuasakan kepada Syarif Yuliantoni. Kemudian tidak berapa lama SHM atas nama Dahlan Iskan seluas 16.108 meter persegi selesai diproses dan diterbitkan oleh Kantor BPN Kabupaten Pontianak ketika itu.

Mengetahui persoalan tersebut, ahli waris almarhum Abdullah Bin Daeng Tamanengah Bin Abd. Rahman (Zubaedah, Abdul Latif, Fatimah dan Abdul Mutalib) kaget dan melaporkannya ke polisi.

Alhasil, ditemukan tindak pidana pemalsuan tanda tangan dan penggelapan dokumen oleh Syarif Yuliantoni selaku penerima kuasa dari H. Ali Lakana. Akibatnya Syarif Yuliantoni dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun berdasarkan putusan No. 248.PID.B.S/AN/194/PN.PTK, tanggal 26 Februari 1996.

Sementara, kuasa Ahli Waris, Rolando mengaku heran, mengapa Dahlan Iskan masih ngotot mengklaim tanah miliknya padahal membeli dari orang yang salah.

“Kalau saya jadi Dahlan Iskan sudah tahu ini bermasalah walapun sudah bayar namun ada pidana disitu maka saya tidak akan lanjutkan,” tegasnya.

Ia mengatakan, sudah 20 tahun permasalahan ini dicoba untuk diselesaikan, namun terbentur tembok-tembok besar pejabat dan orang berpangkat.

“Jadi orang-orang seperti ini boleh dikatakan biadab, tidak punya hati nurani terhadap orang kecil. Kalau sudah biadab maka harus dilawan. Karena ini ada jaringan mafia tanah, ” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *